Memprioritaskan Kesehatan Mental bagi Para Pekerja yang Terisolasi

Menurut polling terbaru yang dilakukan McKinsey & Company tentang bagaimana konsumen Indonesia semakin merasakan dampak pada keamanan, keuangan dan pekerjaan mereka, sekitar 82% merasa khawatir akan pengeluaran pribadi dan sangat berhati-hati dalam mengeluarkan uang mereka. Sedangkan, 67% responden jajak pendapat tersebut juga khawatir akan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Platform daring dan berbasis aplikasi untuk kesehatan mental dan sesi virtual bersama terapis juga mengalami peningkatan. Krisis saat ini memang menciptakan badai yang sempurna yang melingkupi masalah kesehatan, keluarga, ekonomi, dan sosial sekaligus untuk hampir seluruh anggota masyarakat. Meski social distancing dan bekerja dari rumah adalah beberapa langkah paling berguna yang bisa kita lakukan untuk melindungi kesehatan fisik kita saat ini, kedua hal tersebut juga dapat menciptakan tantangan baru untuk kesehatan mental.

Fokus pada apa yang bisa kita kendalikan—bukan sebaliknya

Stres dan kecemasan, jika dalam dosis kecil, dapat menjadi motivasi positif yang mendorong kita untuk bertindak. Akan tetapi dalam kondisi new normal ini, perasaan berkurangnya kendali yang dirasakan orang-orang membuat mereka lebih mudah mengalami masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental.

Menurut Pritta Tyas Mangestuti, M.Psi, Psikolog, Associate Psychologist Ibunda.id dan Founder Bumi Nusantara Montessori, salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk membantu diri fokus pada apa yang dapat dikendalikan adalah dengan journaling atau memiliki catatan harian. Menulis kecemasan sehari-hari yang dapat dikategorikan berdasarkan apa yang dapat kita kendalikan dan tidak, dapat membantu diri mengatasi new normal yang memiliki berbagai tantangan.

“Pada akhirnya, yang bisa kita kendalikan adalah tubuh, pikiran, dan kegiatan-kegiatan kita. Tanyakan ke diri sendiri cara apa yang bisa kita lakukan agar tubuh lebih aktif dan sehat, makanan apa yang dapat membantu diri dalam mengurangi pikiran negatif.” ujarnya. “Kita dapat mencoba mengfokuskan diri pada kegiatan dan kebiasaan yang dapat membantu meningkatkan pola pikir yang lebih positif.”

Tetap bersosialisasi secara profesional meski saling berjauhan

Selain mengkhawatirkan kondisi kesehatan dan ekonomi, terisolasi dari rekan kerja dan komunitas tempat kerja bisa terasa sulit untuk dikelola sehari-hari—terutama oleh mereka yang belum memiliki pengalaman bekerja secara jarak jauh sebelum kondisi krisis saat ini.

Setelah beberapa minggu terisolasi dan bekerja dari rumah, beberapa orang mengatakan bahwa mereka telah terbiasa dengan keadaan ini, karena didukung kebiasaan di tempat kerja yang menekankan interaksi antar manusia, bahkan selama masa social distancing.

Dalam halnya bersoalisasi di new normal, Pritta menekankan bahwa bercerita, mendengarkan cerita dan tertawa memiliki sisi terapetik sendiri untuk kesehatan mental. “Ketika kita menceritakan permasalahan kita, di dalam psikologi dinamakan katarsis, maka emosi negatif kita keluar dan membuat diri lebih stabil.” kata Pritta. “Demikian juga dengan humor yang dapat memproduksi hormon endorphin dalam tubuh kita. Hormon endorphin ini dapat menekan keluarnya hormon kortisol, yang merupakan hormon yang membuat kita merasa stress. Dengan bersosialisasi, kita dapat merasa mendapatkan dukungan dan tidak merasa sendiri menghadapi ketidakpastian yang ada.”

Temukan keseimbangan antara waktu kerja dan istirahat

Teknologi seperti video conferencing, perangkat kolaborasi online, dan platform digital project management memang bisa membantu karyawan tetap produktif dan terhubung. Namun, teknologi ini juga bisa menciptakan mentalitas “always-on” yang bisa meningkatkan tingkat stres karyawan dan pada akhirnya, bisa berujung pada kelelahan fisik, emosi, dan mental atau burn out.

Sayangnya, melepaskan diri dari pekerjaan bisa menjadi tantangan besar bagi pekerja jarak jauh karena tanggung jawab pekerjaan dan pribadi melebur menjadi satu. Selain mengurus pekerjaan, para orang tua dan mereka yang memiliki tanggung jawab untuk mengasuh orang lain juga harus menangani beberapa prioritas dan distraksi sekaligus ketika di rumah.

Pritta menekankan tantangan yang kita hadapi ketika mencoba menyeimbangkan waktu pribadi dan waktu bekerja. “Seringkali yang membuat kita memiliki kesulitan dalam menyeimbangkan waktu adalah karena tidak ada batasan untuk bisa lepas tau detach dari pekerjaan, dan ini karena tidak ada jam kantor.” ujarnya. “Kita harus bisa memberikan diri waktu atau ‘block times’, dan mengkomunikasikan hal ini pada rekan kerja. Block times adalah salah satu bentuk menyayangi diri. Dan segera kenali tanda-tanda burnout yang kita alami seperti sakit kepala, sangat lelah, dan menurunnya produktivitas.”

Fokus pada hal yang lebih penting—di luar pekerjaan

Source: Pexels.com

Meski tidak ada seorang pun yang bisa meramalkan pandemi ini, organisasi yang membangun budaya untuk mendukung kesehatan mental karyawannya sebelum pandemi lebih siap untuk melakukan hal ini di masa krisis maupun setelahnya.

Elaine Beddome, global head of compensation and benefits HP Inc., mengatakan bahwa perusahan mengambil pendekatan holistik yang memasukkan strategi pencegahan stres, kecemasan, dan burnout ke dalam keseharian budaya perusahaan. Hal ini jadi terasa semakin penting karena karyawan harus terus bekerja sambil mengelola tingkat stres yang meningkat.

Beddome melanjutkan bahwa HP memperbarui portal karyawan internal setiap hari (dan bahkan membuat situs mobile baru) dengan konten-konten yang berguna untuk membantu karyawan bekerja bersama dengan lebih baik dari rumah dan mengelola stres. Program employee outreach di HP juga termasuk hari dengan tema-tema tertentu yang tidak hanya membahas bagaimana para karyawan bekerja, namun juga apa yang mereka rasakan dan lakukan untuk menghadapi stres di masa pandemi ini. Hari-hari bertema tersebut antara lain Motivation Mondays yang membantu membangun komunitas melalui apresiasi dan penghargaan kepada karyawan; Well-being Wednesday yang menawarkan ide-ide dan sumber daya untuk kesehatan mental, fisik, dan keuangan; dan Family and Friends Fun Fridays yang memberikan ide-ide untuk kegiatan kreatif dan cara-cara untuk rehat dari pekerjaan.

Strategi dan perangkat seperti di atas akan menjadi semakin penting di masa krisis yang terus berubah ini, dan bahkan setelah krisis berakhir, ketika sebagian karyawan ingin tetap bekerja dari rumah, dan semakin meningkatnya perusahaan yang menyediakan pilihan jam kerja fleksibel.